Halaman

Senin, 23 April 2012

E-Money Itu Bukan APMK, Buat Cuci Uang?

E-Money Itu Bukan APMK, Buat Cuci Uang?
Teknologi membuat hidup ini serba mudah. Belanja pun boleh menggunakan “plastik” atau “elektronik”. Kedua bahan tersebut tinggal digesek-gesek saja. Transaksi pun selesai sudah. Mudah dan cepat, menarik bukan? Kalau tidak menarik dari segi bisnis, tidak mungkin provider telekomunikasi berebut menjadi pengelola e-money. Namun, keinginan tersebut mendapat tanggapan dari pengamat perbankan, seperti dilansir oleh Kompas Online dengan tajuk: “Uang Elektronik Harus Tetap Dikelola Bank“. “Sekarang produk perbankan dengan e-money jadi terpisah karena regulasinya, masalahnya. Jadi, jangan sampai justru nanti karena perbankan itu diatur terlalu ketat, orang justru mainnya di e-money,” ujar ekonom senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Aviliani, kepada Kompas.com di Jakarta, Selasa (19/7/2011).
Apakah e-money berbeda dengan kartu ATM dan kartu kredit?
e-money
Kita sebelumnya sudah mengenal istilah APMK (Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu) yang meliputi kartu kredit, kartu debet, dan kartu ATM. Peraturan Bank Indonesia yang terakhir dikeluarkan tentang APMK adalah PBI 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaran Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu. Sedangkan uang elektronik merupakan jenis kartu pembayaran lain. BI pun mempunyai peraturan yang lain tentang E-Money, yaitu PBI No. 11/12/PBI 2009 yang dilengkapi dengan Surat Edaran (SE) No. 11/11/DASP tanggal 13 April 2009. Jadi, E-Money berbeda dengan APMK. Menurut BI, kartu ATM, kartu debet, atau kartu kredit bukan e-money. Kita lihat pengertian e-money berikut ini.
Uang Elektronik (Electronic Money) adalah alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: (a) diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit; (b) nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau chip; (c) digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut; dan (d) nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan.
Jika dicermati pengertian E-Money tersebut- terutama butir (d)- terlihat bahwa kita bisa mempunyai e-money tanpa berurusan dengan bank. Tidak perlu mempunyai simpanan di bank terlebih dahulu. Sisi ini yang mungkin menjadi kekhawatiran para pengamat perbankan. Transaksi dengan e-money tidak tercatat di sistem keuangan. Apalagi sampai terekam oleh PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Jadi mempunyai e-money tinggal menyetorkan uang ke penerbit e-money, yang dalam hal ini bukan bank, sedangkan mempunyai kartu ATM, kartu debet, atau kartu kredit, harus mempunyai rekening di bank. Perbedaan regulasi inilah yang disinyalir dapat menjadi lahan money laundering. Cuci uang via e-money.
Seberapa besar transaksi dengan e-money?
Sebelumnya, kita lihat dulu proses atau mekanisme penerbitan uang elektronik mengacu ke Laporan Sistem Pembayaran dan Peredaran Uang yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia
Calon pemegang hanya perlu menyetorkan sejumlah uang kepada penerbit atau melalui agen-agen penerbit dan nilai uang tersebut secara digital disimpan dalam media uang elektronik. Untuk chip based, pemegang dapat bertransaksi secara off-line melalui uang elektronik (dalam bentuk kartu atau bentuk lainnya). Sedangkan pada server based, pemegang akan diberi sarana untuk mengakses “virtual account” melalui handphone (sms), kartu akses, atau sarana lainnya, sehingga transaksi diproses secara on-line
Berdasarkan statistik sistem pembayaran yang dipublikasikan oleh BI, jumlah e-money yang beredar pada bulan Mei 2011 tercatat sebanyak 10.196.197 dengan nilai transaksi sebesar 67 Milyar. Jumlah e-money tersebut relatif jauh di bawah jumlah APMK yang beredar pada bulan yang sama, yaitu sebanyak 14,162,190 kartu kredit, 3,114,315 kartu ATM, dan 54,125,158 kartu ATM+Kartu Debet. Nilai transaksi APMK pun jauh lebih tinggi, yaitu sebesar Rp 199.5 Triliun. Seperti jauh langit dengan bumi.
Lalu, bagaimana cara mencuci uangnya?
Nilai pengisian e-money dibatasi maksimal hanya Rp 1 juta rupiah. Jika habis dipakai, kita bisa mengisinya kembali dengan batas sebanyak itu. Batas maksimal tersebut diatur pada pasal …. PBI No.11/12/PBI/2009. Dengan batasan tersebut, e-money disebut juga dengan micro-payment, pembayaran recehan saja. Apakah orang tertarik mencuci uang recehan? Satu juta rupiah itu hanya untuk satu kartu e-money. Tidak ada larangan kita mempunyai lebih dari 1 kartu. Jadi jika seseorang mempunyai uang sebanyak 500 Juta hasil kejahatan, beli saja e-money sebanyak 500 kartu. Bagi-bagikan saja ke keluarga, kerebat, teman, atau orang lain sebagai hadiah atau sedekah. Dengan demikian, uangnya pun bersih karena sudah dicuci.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar