Halaman

Senin, 23 April 2012

Modal Kerja Perusahaan


Modal Kerja Perusahaan

Modal kerja dibedakan menjadi dua macam, yakni modal kerja kotor (gross working capital) dan modal kerja bersih (net working capital).

Modal kerja kotor = aktiva lancar
Modal kerja bersih = aktiva lancar – utang lancar


Berdasarkan modal kerja kotor, kondisi modal kerja untuk tahun 2006 lebih baik karena nilai aktiva lancarnya lebih besar daripada tahun 2007. Akan tetapi, jika diukur dengan modal kerja bersih, modal kerja tahun 2007 lebih baik karena pada tahun 2007 nilainya positif Rp300,00, sedangkan pada tahun 2006 bernilai negatif Rp50,00.

Manfaat Modal Kerja dan Hubungannya dengan Profitabilitas
Manfaat utama modal kerja adalah menjaga tingkat likuiditas suatu
perusahaan. Dengan modal kerja yang memadai, suatu perusahaan akan mampu membayar seluruh kewajiban jangka pendeknya, memiliki cadangan yang cukup untuk menghindari kekurangan persediaan, dan memberikan piutang kepada pelanggan sehingga hubungan dengan pelanggan dapat terus dipertahankan.

Kita dapat menggunakan kembali informasi dari tampilan gambar di atas untuk menjelaskan keterkaitan antara modal kerja dan likuiditas. Rasio lancar (salah satu ukuran rasio likuiditas) untuk tahun 2006 hanya 93,75% (kurang dari 100%) sehingga likuiditasnya tergolong tidak likuid (tidak mampu membayar sebagian utang lancarnya). Sementara itu, rasio lancar pada tahun 2007 adalah 175% yang menunjukkan kondisi likuiditas perusahaan A tergolong baik.

Ilustrasi sederhana di atas mengungkapkan adanya hubungan yang erat antara kondisi modal kerja dengan tingkat likuiditas suatu perusahaan. Kondisi perusahaan yang tidak likuid akan ditunjukkan oleh modal kerja bersih yang negatif dan rasio lancar kurang dari 100%, sedangkan kondisi perusahaan yang likuid akan ditunjukkan oleh modal kerja bersih yang positif, dan rasio lancar lebih dari 100%.

Ilustrasi itu juga menjelaskan bahwa modal kerja bersih lebih mampu mengukur kondisi likuiditas suatu perusahaan jika dibandingkan modal kerja kotor. Kendati demikian, untuk situasi tertentu, kita cukup menggunakan total aktiva lancar (modal kerja kotor) untuk mengukur tingkat likuidtias suatu perusahaan.

Pertukaran antara Likuidltas dan Profitabilitas
Hubungan berbanding terbalik antara likuiditas (modal kerja) dan profitabilitas, akan dijelaskan melalui rumus ROA (return on asset) sebagai berikut:


Anggaplah suatu perusahaan hanya mempunyai dua jenis aktiva, yakni aktiva lancar dan aktiva tetap. Apabila aktiva tetap dan laba bersih dianggap konstan, peningkatan aktiva lancar (modal kerja kotor) akan menurunkan ROA (salah satu rasio profitabilitas). Dengan demikian, jika hal-hal lain tetap,peningkatan likuiditas (modal kerja) justru akan menurunkan tingkat profitabilitas suatu perusahaan. Demikian juga sebaliknya.

Likuiditas yang tinggi merupakan indikator bahwa risiko perusahaan rendah. Artinya, perusahaan aman dari kemungkinan kegagalan membayar berbagai kewajiban lancar. Namun, hal itu harus dicapai dengan merelakan rendahnya tingkat profitabilitas, yang akan berdampak terhadap rendahnya pertumbuhan perusahaan. Sebaliknya, jika perusahaan menginginkan profitabilitas yang tinggi, perusahaan harus bersedia menghadapi rendahnya likuiditas atau risiko yang kian meningkat atas kegagalan membayar kewajiban jangka pendek (yang bisa menyebabkan kebangkrutan usaha).

Hubungan berbanding terbalik antara likuiditas dan profitabilitas dapat juga dikatakan sebagai hubungan berbanding lurus antara risiko dan imbal hasil. Likuiditas mengungkapkan risiko, sedangkan profitabilitas mencerminkan imbal hasil. Makin tinggi imbal hasil yang diinginkan perusahaan makin tinggi pula risiko yang bakal ditanggung perusahaan. Begitu pula sebaliknya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar